Minggu, 29 Maret 2015

INGATAN

Kamu selalu tahu bahwa aku
membenci hujan yang selalu
datang kapanpun waktunya. Oh mungkin aku lupa bilang tentang itu. Karena waktu yang menembus bilik-bilik ingatan membuatku lupa apa
saja yang telah kulepas dari mulutku
ini. Mungkin kata atau umpatan. Aku
lupa, mungkin karena sangat ingin lupa,
peri-peri yang menjaga sungai
kenangan mengabulkan inginku melupakan tentangmu. Tetapi
di hari dingin ini entah kenapa ingatan
tentangmu datang lagi.
Kenapa selalu tentang
ingatan? Entahlah

Aku mau berkisah tentang
ingatan, yang kusimpan rapi dalam
Sebuah buku tebal. Kisah tentang ingatan yang segar.
Dalam kisah itu sebagian besar tentang
kamu, tentang kita dan sedikit tentang hal-hal yang kita sukai. Ingatan itu masih kusimpan rapi dalam laci, di meja tempatku menghabiskan malamku, bukan
karena aku sentimentil. Tapi aku tak
tahu cara menghancurkannya. Aku mau
ingatan itu hilang. Sebenarnya mudah saja tinggal aku bakar buku itu atau aku buang jauh atau bagaimanapun caranya. Itu terlihat gampang. Tapi kenyataannya. Aku terdiam tolol dan kembali menyimpan ingatan itu.

Ingatan itu menyakitkan,
karena ia bercerita tentang kamu.
Tentang senyum yang lepas, tentang
rindu yang tebal, dan tentang lubang
besar yang hilang. Dimana semantik-
semantik cinta yang mulai bertunas?
(Apa hakku mengatakan itu cinta dan
bukan nafsu?) Itu sudah dikubur,
semenjak kau dan aku saling menyakiti.
Saat aku berdusta tentang banyak
wanita dan kau berkata tentang
seorang pria. Aku menolak menangis
tapi air dalam kantung mataku deras
turun. Kau tidak tahu, karena aku tak
mau kau tahu. Itu menyakitkan.

Kamupun memilih pergi tanpa meninggalkan senyum yang lepas dan hanya guratan kekecewaan.
Waktu tidak pernah bisa diputar kembali. Jika kamu memilih pergi, maka pergilah dan jangan kembali.
Untuk berdamai dengan kenyataan dan mengalah dengan penyangkalan, sungguh aku perlu waktu.
Tapi setidaknya aku telah berani
membiarkanmu pergi, merelakan agar
hati tak dibuat berkeping lagi. Tentang
hal yang hak patennya sudah tak bisa
diubah, aku hanya bisa menerima bahwa
kamu sudah tak lagi cinta. Mungkin
dengan perpisahan ini, ada pertemuan
lain yang sedang disiapkan. Tidak apa-
apa, karena segalanya sudah
dikendalikan oleh yang lebih Ahli.

Dan mungkin nanti, aku akan benar-benar lupa tentang ingatan itu, tentang harapan
kosongku yang meninggikanmu, dan
aku mungkin akan lupa bahwa namamu
pernah tertulis di sana, hatiku.
Seperti caramu melupakanku.
Membuangku. Melepasku. Kamu hanya
perlu menunggu waktu untuk terbiasa.
Hingga jarak serta jeda membuatmu
terbiasa. Terbiasa tidak melihat
namaku di alam bawah sadarmu. Kelak
kita akan lupa. Bahwa kisah ini pernah
ada. Bahwa aku dan kamu pernah ada.
Dan kita akan terbiasa, terbiasa untuk
tidak mengingatnya.

Dan jika nanti, kita dipertemukan lagi
oleh kebetulan, lembaran cerita yang
kadang tak pernah kita harapkan
terjadi, namun takdir mengizinkannya
tanpa peduli hati dan harapan
masing-masing. Ketika itu, mungkin
waktu akan berhenti. Kamu akan
berhenti,dan aku berhenti. Mungkin
aku akan membeku-seperti waktu dulu dan kamu menjadi batu. Mungkin
mataku, matamu, saling menghindari
pandangan. Saling menghindari
tubrukan rasa.

Kita-aku saja dan kamu saja-mungkin
saling membongkar kisah yang lama.
Membuka lembaran-lembaran usang
dalam ingatan. Tanpa kata, dan
tertunduk diam.
Lalu, waktu yang membeku kembali
meleleh. Memaksa aku dan kamu
kembali bergerak, terpaksa bertemu,
dan terpaksa tidak saling mengenal.
Tidak pernah bertemu, tidak pernah
tertawa bersama. Tidak pernah saling
merindukan. Dan kita saling melewati.
Mungkin, aku, kamu, kita akan kembali
merasa sesak. Sama seperti sesak
ketika harus saling membuang,
menghapus, dan saling melupakan.“
Dan kenyataannya, kamu adalah aku
dalam ceritaku. Tak habis dukaku, aku
harus pergi dan tak harus datang lagi.
Ini menjadi kenanganku tentangmu.
Aku akan menyimpannya, seperti
perhiasan yang akan menghiasi hari-
hariku nanti...The  End

SEDIKIT TENTANG INGATAN.

Faktanya masih banyak ingatan dan memori yang terekam telah tersimpan di kepala.Lalu dengan tiba-tiba kita mengingatnya.
Tentang Orang yang kita temui, tempat yang kita kunjungi, pengalaman yang kita jalani, emosi yang kita lakoni, dan semua hal yang mungkin tidak ingin kita ingat lagi.
Semuanya melekat di sana, selamanya.
Seandainya kita bisa menghapus memori, mungkin tidak perlu ada dendam dan kesumat. Seandainya kita bisa menghapus memori, mungkin kita bisa memilih untuk menjauh dari masa lalu yang tak ingin kita ingat. Seandainya kita bisa menghapus memori, mungkin saya tidak akan pernah menulis ini.
Tapi saya kembali menyadari bahwa
ingatan adalah bagian dari perjalanan.
Perjalanan yang terdiri dari tiga masa;
masa lalu yang ada untuk menjadi
pembelajaran, hari ini yang ada untuk
dijalani, dan masa depan yang ada untuk diperjuangkan.

Kamis, 19 Maret 2015

TULISAN YANG MEWAKILI DIAMKU

Sajak tentangmu nan indah selalu aku baca.
Walaupun aku sebagai penulisnya aku masih mencoba memahami isinya.
Seperti kamu, kau tak bisa kupahami dengan cepat meski kau tumbuh dihati dengan rasa cinta dan sayangku.
Biarkan aku akan selalu menulis tentangmu, dari setiap kedip mata hingga langkah yang kau lalui.
Hingga nantinya aku bisa dengan benar memahami kamu.

Bukan hal yang sulit untuk menulis dan bercerita tentangmu.
Karena bagiku kamu adalah yang terhebat, akar dari semangatku.
Ada jutaan detik yang kita lewati dalam keadaan apapun. Dari berbagi, bermimpi dan berlari. Rasanya aku memang pantas dan benar mencintaimu.

Namun dalam segala lebih yang
dimilikinya, manusia diseimbangkan
dengan kurang.
Maka dalam kesempatan ini, aku ingin meminta maaf untuk segala diam yang melahirkan kelu di tulangmu. Jika suatu hari aku bisa lebih berani memperlihatkan diri.
Aku akan bicara. Takkan diam. Karena diam sudah menjadi jarak yang aku ciptakan sendiri, dan memisahkan kata-kata yang semestinya bisa melengkapi kalimat.
Siapa tahu, saat itu, kita bisa jadi
paragraf.

Dan sekarang kita dipisahkan oleh jarak.
Entah berapa juta detik lalu, mata kita pernah beradu, lalu aku rekam setiap gambarmu dalam retinaku. Jarak memang pendesak.
Hingga aku alami irama sesak, itu
pertanda bahwa rindu sudah beranak
pinak. Dan kali ini aku mempersilahkan
aksaraku untuk berbisik pelan lewat
matamu.

"Aku rindu, kamu"

Selain jarak, bukankah kepastian juga
tak pernah berpihak? Aku hanya
menunggu hadiah dari Tuhan, kalau-
kalau bisa sesekali dipertemukan. Aku
hanya menunggu hari dari Tuhan, kalau- kalau hadirmu bisa kutemukan. Aku hanya menunggu sebuah keajaiban, bahwa Tuhan setuju bahwa kita dipersatukan. Apa itu doa yang terlalu tinggi? Apa aku sudah melayang jauh berpuluh senti dari tanah tempatku berdiri? Aku rasa tidak.

Dalam diamku, aku akan terus berdoa meminta kamu pada Tuhan, dan Tuhan membawamu membaca tulisan ini.
Agar kelak aku tak perlu susah-susah mengungkapkan. Tentang maksud yang terpendam.
Semoga ini bisa menghapus segala diam yang membelenggu hati dan pikiranku. Karena ada masanya bahwa diam itu, adalah jarak terjauh pada alam semesta.

Sabtu, 14 Maret 2015

Akhir Sebuah Cerita

Aku tak tau apakah ini benar akan menjadi akhir bagi kita. Bagaimana bisa menjadi akhir ? Jika kita tak pernah memulai.
Mungkin akan lebih tepat jika disebut 'akhir dari kekagumanku padamu'
Iya sayang, cintaku tumbuh tanpa sepengetahuan darimu.

Entah bagaimana aku menyambut hari itu,
Hari yang paling bersejarah di dalam hidupmu, sekaligus penuh sesal di atasku.
Laki-laki yang begitu mencintaimu
dengan santun,
akhirnya jatuh pada dia yang siap
menjagamu dalam ikatan suci.

Aku seharusnya ikut berbahagia,
seharusnya……
Pada dia yang menyempurnakan separuh agamamu.
Hari itu hari pernikahanmu, sayang..
Hal yang pernah sangat aku mimpikan.
Dan menyadari itu hatiku seperti ditujam dan tersayat dalam berbagai rupa,

Ingin sepertinya malam ini ku kecup
keningmu dengan mesra, untuk pertama dan terakhir kalinya, sebelum akhirnya kamu menjadi miliknya seutuhnya.
Aku rasa dia begitu menantikan saat itu. Bersamamu..
Ketika sang penghulu dan wali-mu
mengucap “sah” atas ijab dan qabul
yang terucap atas nama Tuhan, dan dia
lah yang mengecup keningmu pertama
sebagai seorang penanggungjawabmu
selanjutnya,
Yang menanggung suka dan duka atas
masa depanmu,
Dan dia yang kamu kecup tangannya
dengan patuh sebagai imam-mu…

Dan sekarang aku menjadi laki-laki
yang begitu dipenuhi ketidaksiapan
jika menyaksikan cincin itu mengikat jarimu penuh cinta,
Jari-jemari yang kemarin aku genggam begitu erat,
Jari-jemari yang kemarin mengusap
kepalaku ketika lelah,
Jari-jemari yang kemarin sabar
mencubitku ketika bercanda
Dan semuanya harus (terpaksa) aku
hentikan.
Bukan aku tidak ingin melihatmu bahagia. Bukan.
Yang menjadi kesesalanku adalah
mengakui jika bukan aku lah yang
menikahimu.

Aku rasa cinta yang aku punya tidaklah
kalah besar dari dia yang kamu punya
sekarang, sayangnya aku tak pernah mengatakannya tapi
Aku siap membahagiakanmu.
Kelemahan serta kelalaianku lah yang
mengakibatkan airmatamu menetes
ratusan hari.
Sampai akhirnya dia datang dan
langsung meminangmu.
Entah malaikat jenis apa yang
membisikimu untuk menerimanya,
Aku rasa kelamaan aku bisa gila dibakar cemburu..

Kamu tau, sayang?
Sampai saat aku dengar kabar tentang pernikahanmu,
Hatiku seperti tak di tempatnya,
Pikiranku menangis,
Duniaku gelap,
Dan lidahku mati rasa untuk mengucap
selamat.
Jika aku pernah tau penyesalan selalu
datang belakangan, ternyata aku belum cukup siap dihujani penyesalan yang begitu dalam.
Dan nanti, Siap atau tidak siap, aku harus menyaksikan kamu bermanja dengannya di pelaminan.

Pernikahan adalah hal yang baik,
Tapi ternyata ada saja hati yang tidak
sepenuhnya menerima,
Apa aku harus memelukmu seperti biasa
saat kita dulu melepas rindu?
Atau aku harus hanya menjabat
tanganmu seperti diawal perkenalan?
Atau aku harus membawa bunga
kesayanganmu seperti saat kita baru
saja selesai bertengkar?
Atau aku harus menampar wajahnya
keras sebagai peringatan jika aku bisa
saja menghajarnya lebih kuat andai dia
bersikap buruk atasmu?
Aaah, rasa ini menyudutkan aku,
Rasanya seperti terlepas dari dunia
sendiri,
Jika saja aku bisa melewati hari
pernikahanmu,
Apa aku bisa menahan ketika berjumpa
denganmu sedang bersamanya
nantinya?

Sayang kamu tak pernah tau,
Namamu lah yang aku minta pada Tuhan, sebagai permaisuri di akhiratku,
Namamu juga yang selalu aku selipkan di sekecil apapun Doaku.
Pangkal dari segala akar semangatku,

Tapi setelah ini, menatap matamu saja
adalah hal yang terlarang bagiku.
Bagaimana mungkin aku bisa,
Sementara kamu pernah menjadi mata
ketika aku merasa gelap.
Entah permainan macam apa yang
digariskan,
Jika akhirnnya namamu bukan
bersanding denganku
Cerita kita belum selesai, sayang…
Sementara aku harus mengikhlaskanmu
bukan untuk aku,
Melepasmu dalam sebuah pernikahan
sembari mengakui aku lah yang kalah,

Aku hargai dia pilihanmu yang tepat, tidak seperti aku yang tak pernah dengan lantang mengucap cinta atas kekagumanku padamu.
Biarkan cinta dalam diamku akan tetap diam. Aku yang salah dan aku yang kalah

Kini doaku harus ku perbaharui,
Berbahagialah kamu bersamanya,
Tunduk lah kepadanya selama dia taat
pada Tuhanmu,
Jagalah kehormatannya sebisa mungkin,
Kamu lah perhiasannya,
Tempatnya bercerita dan menumpahkan sepenuhnya cinta,
Biar aku yang menyimpan ceritamu
dalam perasaanku, biar lenyap dihabisi
waktu.
Aku yang juga mencintaimu selain dia,
Di dalamnya kamu akan terus menjadi kekasihku yang manja,
Terimakasih jika kamu lah semangat
terbesarku,
Jika ternyata namamu bukan untukku,
Setidaknya Cintamu pernah tumbuh dan tinggal di hatiku, meskipun tak pernah sekalipun kau sadari.
Aku akan belajar ikhlas mulai saat ini,
semoga :’)
Aku turut berdoa atas kebahagianmu,
sayang..

Dari aku sahabatmu.
Yang mencintaimu, , ,!!!

Selasa, 03 Maret 2015

MENYAPA LEWAT DOA

Izinkan aku menyapamu lewat doa di keheningan malamku
Membiaskan kasih dalam keanggunan cinta sejati
Bersama hembus angin sebagai penyampai ketulusanku

Pernahkah kau tau, kaulah cinta itu
Bukti keindahan dunia bagiku
Dalam seuntai kata bernama cinta

Izinkan aku merajut mimpi indah bersamamu
Mengais arti dari rasa yang tertera di jiwa
Yang selalu tersimpan rapi di dasar hati untukmu
Karena hatimu adalah tempat terindah bagiku

Izinkan ku hapus air matamu disaat kau sedih
Merasakan kepedihaan dikala kau berduka
Membawa senyum manismu kembali dikala lara menjemputnya
Mewarnai hari-harimu kembali disaat sepi memudarkannya
Karena aku ingin mencintai dalan tawa dan tangismu

Hanya kaulah yang mampu mencairkan asa yang dulu membeku
Kala dusta bertopeng cinta menyapa hatiku
Kaulah yang membangkitkan rindu dari tidur nyenyaknya
Aku mencintaimu. . . . .
Dengan ketulusan cinta yang kumiliki.