Katamu, aku yang salah. Tipikal. Kau
akan berusaha mengatakan semuanya
adalah salahku, dan aku mengerti.
Segala yang selama ini berusaha
kupahami ternyata hanya omong kosong. Yang kau sedang tanamkan kepadaku: bahwa aku salah dan apa yang kuanggap kesalahanmu sesungguhnya dipicu oleh kesalahanku. Dan seperti biasa aku menerimanya tanpa perlawanan. Aku merasa itu bukti cintaku, orang-orang
menganggap itu bukti ketololanku. Tapi, hey, bukankah ketololan adalah efek samping cinta? Bukan? Oke, maaf, aku salah lagi.
Lalu kau mulai bercerita kepada teman- temanmu tentang betapa bajingannya aku. Mengingat gadis-gadis sepertimu biasanya tertarik pada lelaki-lelaki berpersona bajingan, aku berusaha untuk memahaminya sebagai candaan sesama teman akrab. Namun kita berdua tahu, teman-teman kita tidak semuanya mendukung keberadaan kita. Selalu ada satu atau mungkin lebih, yang mengatakan bahwa kau pantas mendapat yang lebih baik, hanya karena ketika kita hendak berkencan, mereka tidak bisa bersamamu. Dan aku lebih memilih bersamamu daripada bersama teman-temanku.
Dan nanti, kau akan bercerita
semua keburukanku, yang selama ini kau tutup-tutupi dari mereka, atau hanya kau ceritakan sedikit demi sedikit agar mereka tidak terlalu mengejek seleramu yang memilihku. Kebaikanku selama ini, berubah
jadi orang yang jarang atau bahkan tidak pernah memberimu kebaikan.
Perhatian yang selama ini ada
terhalang oleh kata Lupa atau Kurang.
Hadiah-hadiah yang selama ini ada
untukmu tiba-tiba tak mampu
menggantikan keberadaan. Tapi
harusnya tak apa, bukankah sebuah
hubungan itu ada naik turunnya?
Bukan? Oke, maaf, aku salah lagi.
Maka mereka semua akan memelukmu
beramai-ramai, menghiburmu hingga
malam itu habis berganti pagi. Berjanji
kepadamu bahwa setiap hari mereka
akan menemanimu kemana-mana,
menjodohkanmu dengan teman lelaki
mereka yang sedap dipandang mata
hingga senyummu tidak kuasa
menolaknya, meski hati kecilmu bilang
tidak. Mereka berjanji lagi padamu
bahwa mereka akan membuatku menyesal karena memperlakukanmu kurang ajar. Berencana menyebarkan cerita-cerita kecil tentang kemuraman hidupku yang
hanya setitik mereka ketahui sementara kau yang tahu lebih lengkap, alih-alih mengklarifikasi, ikut menimpanya dengan tambahan fakta kecil yang merendahkan. Tapi aku,sebagai pihak yang kalah, berusaha mengerti bahwa sejarah ditulis oleh pihak yang menang.
Dalam cerita kita, perpisahan kita
adalah kemenanganmu.
Selamat menulis ulang sejarah sambil
tertawa-tawa. Sementara aku sendiri di sini, bersama secangkir kopi menulis
puisi-puisi basi tentang kehilangan.
Sendiri tanpa teman-teman, yang hilang kukorbankan untuk membuatmu merasa tersenangkan.
Oh, kamu tidak seperti itu? Maaf, aku
salah lagi. ;-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar